Senin, 31 Oktober 2011

MAKNA KEBERKAHAN


MENGUNGKAP MAKNA KEBERKAHAN
Berkah atau barakah adalah kata sifat (naat) yang diharapkan melekat dengan segala hal yang dimiliki oleh manusia. Manusia ingin memiliki rejeki yang berkah, keturunan yang berkah, umur yang berkah dan sebagaainya. Ada banyak cara yang digunakan manusia untuk mencapai keberkahan tersebut. Ada cara yang sehat, yang sesuai dengan ajaram Islam dan sunatullah, ada juga yang sebaliknya.
Al-Faiyyumy dalam al-Misbah al-Munir, al-Fairuz Abadi dalam al-Qamus al-Muhith dan Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab, mengatakan, al-Barakah berarti berkembang, bertambah, dan berbahagia. Sementara Iman an-Nawawi dalam syarah Shahih Muslimnya mengatakan, “ asal makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak.”
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan, keberkahan adalah bertambahnya kebaikan. Artinya, keberkahan bila ada di tempay yang sedikit akan menjadikan banyak, dan bila berada di tempat yang banyak akan menjadikan bermanfaat.
Kita bisa mengukur keberkahan sesuatu dengan dua cara. Pertama dengan ukuran perubahan fisik atau wujud. Misalnya ketika punya rejeki, kemudian dipergunakan di jalan yang disyariatkan oleh Allah sehingga rejeki itu bertambah banyak. Perubahan wujud rezeki dari sedikit ke banyak merupakan bentuk keberkahan karena rezeki itu bertambah dan berkembang.
Kedua, dengan ukuran non fisik. Artinya, bisa saja wujud rezekinya sedikit, tetapi kegunaan dan kebaikan dari rezeki tersebut ganda, tidak saja bagi pemiliknya tetapi juga untuk lingkungan sekitar. Yang kedua inilah wujud keberkahan yang sesungguhnya. Contoh mungkin saja seseorang hanya memiliki  sedikit harta benda tetapi karena harta itu penuh keberkahan, harta yang sedikit itu justru membimbingnya kepada jalan kebaikan.
Setelah mengetahui makna keberkahan yang telah diungkap beberapa ulama seperti diatas, wajar kalau manusia menginginkannya, tak terkecuali para Nabi alaihimusallam. Hal itu kita ketahui secara eksplisit dari do’a-do’a yang mereka panjatkan kepada Allah SWT. Di antaranya Rasulallah saw bersabda. “ ...Rab menyeru kepada Ayyub. “ Hai Ayyub, bukankah Aku benar-benar telah mencukupkanmu dari apa-apa yang engkau lihat?” Ayyub menjawab, “ Ya, demi kemuliaan-Mu. Tetapi, tidak ada kecukupan bagiku dari keberkahan-Mu.” (H.R. Bukhari).
Nabi Nuh as, meminta kepada Rabnya agar diberi tempat yang diberkahi. “Dan berdo’alah, “Ya Rabku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.” (Q.S. Mukminun:29).
Allah SWT juga memberikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim as, “Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (Q.S. Ash-Shaffaat : 112-113).
Demikian pula dengan Nabi Muhammad SAW, beliau berdo’a kepada Allah, “Dan berikanlah untuku keberkahan atas apa yang engkau berikan.” (H.R. Tirmizi).
Saking bermaknanya kata yang bernama berkah ini, kitapun menemukan do’a yang diajarkan oleh Rasulallah SAW mengandung berkah. Di antaranya, tatkala seorang Muslim jumpa dengan Muslim lainnya, ia dianjurkan mengucapkan salam yang didalamnya mengandung do’a keberkahan. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.” (semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkahan-Nya terlimpah atas kamu sekalian).
Ketika seorang Muslim mengunjungi pernikahan Muslim lainnya, dianjurkan untuk berdo’a dengan do’a keberkahan, “Baarakallau laka wa baaraka’alaikuma wa jama’a bainakuma fiikhairin.” (semoga Allah memberkahimu, menjadikan kalian  berdua tetap dalam keberkahan dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan).
Ketika seorang Muslim hendak masuk rumah, ia diperintahkan mengucap salam. Karena, ucapan salam itu adalah keberkahan bagi keluarganya. Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulallah SAW berkata kepadaku, “ Wahai anaku, apabila engkau masuk rumah, ucapkanlah salam, semoga ia menjadikan keberkahan atasmu dan atas keluargamu.” (H.R. Tirmizi).
Ketika seorang Muslim mau makan, ia diperintahkan untuk membaca do’a dengan do’a keberkahan, “ Allahumma baarik lanaa fiima razaqtana waqinaa azabannaar.” ( Ya Allah semoga engkau memberikan keberkahan terhadap apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari api neraka). Setelah makan, ia juga dianjurkan untuk menjilat jarinya. Rasulallah SAW bersabda, “ sesungguhnya kalian tidak tahun di manakah letak keberkahan itu.” ( H.R. Muslim).
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi ke dalam tiga bentuk, yaitu pertama, keberkahan dalam rezeki. Dalam hal ini Ibnu Qayyum berkata, “ Tidaklah kelapangan rezeki dan amalan diukur dengan jumlahnya yang banyak. Akan tetapi kelapangan rezeki dan umur diukur dengan keberkahan-Nya.” (Al-Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim, 56).
Indikator keberkahannya terletak pada sejauhmana rezeki tersebut membawa manfaat dan kebaikan bagi pemilikna dan lingkungan sekitarnya. Artinya kalau seseorang memiliki harta yang banyak tetapi hartanya tidak membawa kebaikan bagi dirinya, keluarga dan lingkungan sekitarnya, maka dapat dipastikan bahwa harta tersebut tidak berkah.
Salah satu prasyarat mutlak keberkahan rezeki adalah rezeki tersebut tentu saja harus didapatkan dengan cara yang halal. Mustahil rezeki menjadi berkah jika didapat dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam dan sunnatullah. Rezeki hasil korupsi misalnya, tidak akan berkah karena cara mendapatkannya menimbulkan kemudharatan bagi manusia lainnya.
Sayangnya di Indonesia, fenomena mendapatkan rezeki dengan cara-cara seperti itu, sepertinya sudah menjadi budaya. Padahal kondisi tersebut merupakan tanda akhir zaman seperti yang disitir Rasulallah SAW dalam sabdanya, Akan datang suatu zaman dimana seseorang tidak memperdulikan darimana ia mendapatkan harta, apakah dari sumber yang halal ataupun haram.” (H.R. Nasa’i).
Kedua, keberkahan dalam keturunan (dzurriyyah). Indikator keberkahan dalam keturunan adalah keturunan yang shaleh. Keshalehan yang dimaksud  bukan terbatas pada kesalehan ritual, tetapi juga menyangkut keshalehan yang punya implikasi secara sosial. Keturunan yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga untuk kemanusiaan secara keseluruhan.
Ketiga, keberkahan dalam umur. Umur yang diberikan betul-betul dimanfaatkan  sebaik-baiknya untuk melakukan  hal-hal yang bermanfaat. Rasulallah SAW bersabda, “ sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (H.R. Ahmad).
Setiap hari umur kita bertambah. Pertambahan umur itu sebenarnya mengurangi jatah waktu kita untuk berada di dunia yang fana ini. Oleh karena itu, semakin bertambah umur mestinya kita semakin menjadi lebih baik dengan terus melakukan perbaikan diri dalam melakukan pengabdian kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar