KONSEP MANUSIA, PENGETAHUAN DAN
TENAGA PENDIDIK SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
PENGEMBANGAN METODE KEBERAGAMAAN
Pendahuluan
Manusia disebut “Homo Sapiens”. Artinya, makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya.
Dalam hidupnya manusia digerakan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu, dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam masyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, dan juga tidak hanya mempunyai sifat-sifat yang baik, namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.
Manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup manusia Indonesia, memberikan pedoman bahwa kehidupan manusia didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai individu, hubungan manusia dengan masyarakat, hubungan manusia dengan alam, hubungan bangsa dengan bangsa, dan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Ajaran Islam memandang manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu, tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kreativitas seperti pendengaran, penglihatan serta pikiran. Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, manusia dituntut mampu mengelola alam dengan beragam ilmu pengetahuan.
Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan dianalisis secara murni.
MANUSIA, PENGETAHUAN DAN TENAGA PENDIDIK
A. Proses Kejadian Manusia dan Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung didalamnya.
1. Kandungan makna “khalaqa” dan “ja’ala” dalam konteks pembicaraan kejadian manusia.
Kata khalaqa dalam alquran di artikan sebagai penciptaan sesuatu tanpa asal atau pangkal dan tanpa contoh terlebih dahulu seperti ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan alam semesta ini dapat juga berarti “i-jaad al-syai’ min al-syai”, yakni menciptakan sesuatu dari sesuatu. Sedangkan kata ja’ala yang biasa diartikan “menjadikan”, merupakan lafadz yang bersifat umum, yang berkaitan dengan semua aktifitas dan perbuatan-perbuatan.
Menurut M. Quraisy Shihab (1987) bahwa penggunaan kata “khalaqa” dengan berbagai bentuknya mengandung suatu aksentuasi (titik berat/penekanan) yang berbeda dengan kata “ja’ala”. Kata “khalaqa” memberikan aksentuasi tentang kehebatan dan kebesaran atau keagungan Allah dalam ciptaannya. Sedangkan kata ja’ala mengandung kata aksentuasi terhadap manfaat yang harus atau dapat di peroleh dari Sesuatu yang dijadikan itu.
1. Kandungan makna “khalaqa” dan “ja’ala” dalam konteks pembicaraan kejadian manusia.
Kata khalaqa dalam alquran di artikan sebagai penciptaan sesuatu tanpa asal atau pangkal dan tanpa contoh terlebih dahulu seperti ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan alam semesta ini dapat juga berarti “i-jaad al-syai’ min al-syai”, yakni menciptakan sesuatu dari sesuatu. Sedangkan kata ja’ala yang biasa diartikan “menjadikan”, merupakan lafadz yang bersifat umum, yang berkaitan dengan semua aktifitas dan perbuatan-perbuatan.
Menurut M. Quraisy Shihab (1987) bahwa penggunaan kata “khalaqa” dengan berbagai bentuknya mengandung suatu aksentuasi (titik berat/penekanan) yang berbeda dengan kata “ja’ala”. Kata “khalaqa” memberikan aksentuasi tentang kehebatan dan kebesaran atau keagungan Allah dalam ciptaannya. Sedangkan kata ja’ala mengandung kata aksentuasi terhadap manfaat yang harus atau dapat di peroleh dari Sesuatu yang dijadikan itu.
2. Proses penciptaanya/kejadian manusia
Ada beberapa ayat alquran yang berbicara tentang reproduksi manusia menegaskan bahwa manusia tercipta dari sesuatu yang merupakan asal baginya, yaitu dari tanah atau dari saripati yang berasal dari tanah.
Menurut Quraish Shihab (1987) sewaktu menyitir Q.S. Al-Mu’minum ayat 12-14, beliau menyimpulkan bahwa proses kejadian manusia secara fisik/materi ada lima tahap, yaitu (1) nuthfah ; (2)’alaqah; (3)mudlghah atau pembentuk organ-organ penting, yang dalam Q.S Al-Hajj ayat 5 ditegaskan adanya mudlghah mukhallaqah (mudlghah yang berbentuk secara sempurna) dan mudlghah ghoiru mukhallaqah (mudlghah yang cacat atau tidak terbentuk secara sempurna); (4)’idham (tulang); dan (5) lahm (daging).
Setelah melalui berbagai evolusi tersebut, kemudian menjelma menjadi makhluk yang berbentuk lain, yang menurut alquran disebut sebagai khalqan akhar. Menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud “tsumma ansya’naahu khalqan akhar” adalah kemudian Tuhan meniupkan ruh ke dalam diri manusia sehingga ia bergerak dan menjadi makhluk lain (berbeda dengan sebelumnya) yang memiliki pendengaran, penglihatan, indera yang menangkap pengertian, gerakan dan sebagainya.
Para embriolog menamakan periode pertama dari proses kejadian manusia itu dengan “periode ovum”, dimana pertemuan antara sel kelamin bapak (sperma) dan sel kelamn ibu (ovum) bersatu kedua intinya dan membentuk suatu zat baru dalam rahim ibu, atau dalam Al-Quran dinamai “fiqaraarin makiin” (dalam suatu tempat yang kokh)
Menurut Maurice Bucaille; yang menyebabkan pembuahan telur atau memungkinkan reproduksi adalah sebuah sel panjang yang besarnya 1/10.000 milimeter. Satu dari beberapa sel yang dikeluarkan oleh manusia dalam keadaan normal dapat masuk dalam telur wanita (ovule). Sebagian besar tetap di jalan dan tidak sampai ke trayek yang menuntun dari kelamin wanita sampai ke telur (ovule) di dalam uterus dan trompe, dengan demikian hanya sebagian kecil dari cairan yang menunjukkan aktivitas sangat kompleks.
Pembuahan dari hasil pertemuan itu dan yang menghasilkan zat tersebut membelah menjadi dua, kemudian empat, kemuduan delapan, dan seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan, dan melekat, berdempet serta masuk ke dinding rahim.
Tahap ‘laq/ ‘alaqah tersebut merupakan tahap atau periode penting dalam proses kejadian manusia. Sementara embriolog menyatakan bahwa apabila hasil pembuahan tersebut tidak berdempet atau tidak tergantung di dinding rahim maka keguguran akan terjadi. Atau apabila ketergantungan atau pendempetannya tidak kokoh maka bayi yang dilahirkan menderita cacat sejak lahir. (M. Quraish Shihab, 1987).
Tahap ‘laq/ ‘alaqah tersebut merupakan tahap atau periode penting dalam proses kejadian manusia. Sementara embriolog menyatakan bahwa apabila hasil pembuahan tersebut tidak berdempet atau tidak tergantung di dinding rahim maka keguguran akan terjadi. Atau apabila ketergantungan atau pendempetannya tidak kokoh maka bayi yang dilahirkan menderita cacat sejak lahir. (M. Quraish Shihab, 1987).
Tahap berikutnya adalah tahap mudlghah. Ibnu Katsir (1981,111) memberikan pengertian mudlghah sebagai “qith’ah ka al-bidl’ah min al-lahm la syakl fiha wala takhthith”, yakni sepotong daging yang tidak berbentuk dan tidak berukuran.
Pada proses selanjutnya, mudlghah tersebut dijadikan sebagai tulang (‘idham). Menurut Al-Maraghi bahwa di dalam mudlghah terkandung beberapa unsur, di antaranya terdapat elemen-elemen/bahan-bahan yang membentuk tulang, sehingga bisa menjadi tulang, ia juga mengandung elemen-elemen yang membentuk daging (lahm), dan bahan-bahan makanan yang dicerna oleh manusia juga mengandung kedua unsur tersebut dan merupakan sumber terbentuknya darah. Sedangkan elemen-elemen daging yang ada pada mudlghah tersebut menjadi daging segar (lahm), yang kemudian dijadikan sebagai pembungkus tulang. Daging (lahm) tersebut mengikuti bentuk rangka yang menggambarkan bentuk manusia.
Pada proses selanjutnya, mudlghah tersebut dijadikan sebagai tulang (‘idham). Menurut Al-Maraghi bahwa di dalam mudlghah terkandung beberapa unsur, di antaranya terdapat elemen-elemen/bahan-bahan yang membentuk tulang, sehingga bisa menjadi tulang, ia juga mengandung elemen-elemen yang membentuk daging (lahm), dan bahan-bahan makanan yang dicerna oleh manusia juga mengandung kedua unsur tersebut dan merupakan sumber terbentuknya darah. Sedangkan elemen-elemen daging yang ada pada mudlghah tersebut menjadi daging segar (lahm), yang kemudian dijadikan sebagai pembungkus tulang. Daging (lahm) tersebut mengikuti bentuk rangka yang menggambarkan bentuk manusia.
Menurut Sayyid Qutub (1971) pada tahap tersebut manusia memiliki ciri-ciri yang istimewa. Dalam hal pertumbuhan manusia secara fisik, janin manusia itu serupa dengan janin hewan. Tetapi janin manusia membentuk makhluk lain dan berubah menjadi makhluk yang istimewa, yang siap untuk berkembang mencapai kemajuan. Sedangkan hewan tetap dalam martabat hewan, yang terlepas dari cirri-ciri tertentu yang dimiliki oleh janin manusia tersebut. Dengan kata lain tahap inilah yang merupakan tahap yang maembedakan antara manusia dengan hewan
3. Nilai-nilai pendidikan dalam proses kejadian manusia
Dari beberapa uraian tentang proses kejadian manusia tersebut, maka dapat ditemukan nilai-nilai pendidikan yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan islam, yaitu berikut ini
Pertama, salah satu cara yang ditempuh dalam Al-Quran dalam menghantarkan manusia untuk menghayati petunjuk-petunjuk Allah ialah dengan cara memperkenalkan jati diri manusia itu sendiri, bagaimana asal kejadiannya, dari mana datangnya, dan bagaimana dia hidup, ini sangat perlu untuk di ingatkan kepada manusia melelui proses pendidikan, sebab gelombang hidup dan kehidupan, seringnkali menyebabkan manusia lupa diri
Kedua, ayat-ayat yang menyangkut proses kejadian manusia tersebut secara emplisit mengungkan pula kehidupan, kehebatan, kebesaran, dan keagumgan Allah SWTdalam menciptakan manusia, sebagaimana ditunjukkan pula oleh ALLah pada ayat-ayat lain tentang kebesaran dan kehebatanNya dalam menciptakan alam semesta ini. Pendidikan dalam islam antara lain diarahkan kepada peningkatan iman, pengembangan wawasan atau pemahaman serta penghayatan secara mendalam trhadap tanda-tanda keagungan dan ke besaranNya sebagai sang maha pencipta.
Ketiga, proses kejadian manusia menurut Al-Quran pada dasarnya melalui dua proses dengan enam tahap, yaitu proses fisik/materi/jasadi (dengan lima tahap), dan proses non-fisik imateri(dengan satu tahapa tersendiri). Secara fisik, manusia berproses dari nutfah, kemudian ‘alaqah, mudlghah,’idham, dan lahm yang membungkus ‘idham atau mengikuti bentuk rangka yang menggambarkan bebtu manusia. Sedangkan secara non-fisik atau imateri, yaitu merupakan tahap penghembusan atau peniupan roh pada diri manusia sehingga ia berbeda dengan makhluk lainnya. Pada saat itu manusia memiliki berbagai potensi, fitrah, dan hikmah yang hebat baik lahir maupun bathin; bahkan pada setiap anggota tubuhnya, yang dapat dikembangkan menuju kemajuan peradaban manusia. Pendidikan dalam islam, antara lain diarahkan kepada pengembangan jasmani dan rohani manusia secara harmonis, serta pengembangan fitrah manusia secaraterpadu
Keempat, proses kejadian manusia yang terkanduang dalam Al-Quran tersebut ternyata semakin diperkuat oleh penemuan-penemuan ilmiah, sehingga lebih memperkuat keyakinan manusia akan kebenatan aAl-Quran sebagai wahyu dari Allah SWT bukan buatan atau ciptaan nabi Muhammad. Pendidikan dalam islam, diantara lain diarahkan kepada pengembangan semangat ilmiah untuk mencari dan menemukan kebenaran ayat-ayatnya.
B. Potensi-potensi Dasar Manusia dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Dari kajian tentang proses kejadian manusian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa manusia itu terdiri atas dua substansi, yaitu (1) substansi jasad atau materi, yang bahan dasarnya dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta ciptaan Allah dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya tunduk dan mengikuti sunnatullah (aturan, ketentuan, hukum Allah yang berlaku di alam semesta ); (2) substansi imateri atau non jasadi, yaitu penghembusan atau peniupan ruh (ciptaanNya) kedalam diri manusia sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakikat kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial dan fitrah
Dari kajian tentang proses kejadian manusian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa manusia itu terdiri atas dua substansi, yaitu (1) substansi jasad atau materi, yang bahan dasarnya dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta ciptaan Allah dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya tunduk dan mengikuti sunnatullah (aturan, ketentuan, hukum Allah yang berlaku di alam semesta ); (2) substansi imateri atau non jasadi, yaitu penghembusan atau peniupan ruh (ciptaanNya) kedalam diri manusia sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakikat kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial dan fitrah
.
Dari kedua substansi tersebut maka yang paling esensial adalah substansi imateri atau ruhnya. Manusia memang terdiri atas jasad dan ruh, tetapi yang hakikat dari kedua substansi itu adalah ruh.
Dari kedua substansi tersebut maka yang paling esensial adalah substansi imateri atau ruhnya. Manusia memang terdiri atas jasad dan ruh, tetapi yang hakikat dari kedua substansi itu adalah ruh.
Manusia yang terdiri atas dua substansi itu, telah dilengkapi dengan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau disebut fitrah yang harus diaptualkan atau ditumbuh kembangkan dalam kehidupan nyata di dunia ini melalui proses pendidikan, untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak di akhirat.
1. Alat-alat potensial manusia
a. AL-lams dan al-syum (alat peraba dan alat penciuman/pembau)
b. Al-syam’u (alat pendengaran). Penyebutan alat ini dihubungkan dengan penglihatan dan qolbu, yang menunjukkan adanya saling melengkapi dari berbagai alat itu untuk mencapai ilmu pengetahuan
c. AL-abshar (penglihatan) Banyak ayat Al-Quran yang menyaeru manusia untuk melihat dan merenungkan apa yang dilihatnya, sehimgga dapat mencapai hakikatnya.
d. Al-‘aql (akal atau daya berfikir). Al-Quran memberikan perhatian khusus terhadap penggunaan akal dalam berfikir
d. Al-‘aql (akal atau daya berfikir). Al-Quran memberikan perhatian khusus terhadap penggunaan akal dalam berfikir
e Al-qalb (kalbu), hal ini termasuk dalam hal ma’rifah yang digunakan manusia untuk dapat mencapai ilmu.
2.Potensi-potensi Dasar atau Fitrah Manusia
Ditinjau dari segi bahasa , Fitrah berarti : “ciptaan, sifat tertyentu yang mana setiap yang maujud disifati dengannya pada awal masa penciptaanya, sifat pembawaan manusia (yang ada sejak lahir), agama,as-sunnah”
Manusia menurut islam dilahirkan dengan potensinya yang fitri. Konsep fitrah menunjukkan bahwa manusia membawa sifat dasar kebaikan, bahkan keimanan akan keesaanNya, atau potensi dasar Tauhid, yang kemudian akan menjadi landasan semua perilakunya.
Sedangkan maksud fitrah Allah, sebagaimana dalam Q.S. Al Rum ayat 30 dinyatakan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang benar, terpendam tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.
Adalah suatu kekuatan/daya untuk mengenal atau mengakui Allah (keimanan kepada-Nya) yang menetap/menancap di dalam diri manusia. Dengan demikian, makna fitrah adalah suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap pada diri manusia/menancap pada diri manusia sejak awal kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan potensi itu merupakan ciptaan Allah. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah. Misalnya al-‘Aliim (maha mengetahui), manusia juga diberi kemampuan/potensi untuk mengetahui sesuatu dll.
Sedangkan maksud fitrah Allah, sebagaimana dalam Q.S. Al Rum ayat 30 dinyatakan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang benar, terpendam tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”.
Adalah suatu kekuatan/daya untuk mengenal atau mengakui Allah (keimanan kepada-Nya) yang menetap/menancap di dalam diri manusia. Dengan demikian, makna fitrah adalah suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap pada diri manusia/menancap pada diri manusia sejak awal kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan potensi itu merupakan ciptaan Allah. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah. Misalnya al-‘Aliim (maha mengetahui), manusia juga diberi kemampuan/potensi untuk mengetahui sesuatu dll.
Bila ditinjau dari aspek tersebut maka fitrah manusia itu cukup banyak macamnya. Ada baiknya disini hendak dikemukakan yang terpenting diantaranya, yaitu (1) fitrah beragama : fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk selalu pasrah,tunduk dan patuh kepada tuhan yang menguasai dan mengatur segala aspek kehidupan manusia; dan fitrah ini merupakan sentral yang mengarahkan dan mengontrol prkembangan fitrah-fitrah lainnya; (2) fitrah berakal budi: fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan berdzikir dalam memahami tanda-tanda keagungan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbudaya, serta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha memecahkannya; (3) fitrah kebersihan dan kesucian: fitrah ini mendorong manusia untuk selalu komitmen terhadap kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya; (4) fitrah bermoral/berakhlak: fitrah ini mendorong manusia untuk komitmen terhadap norma-norma atu nilai-nilai dan aturan yang berlaku; (5) fitrah kebenaran: fitrah ini mendorong manusia ntuk selalu mencari dan mencapai kebenaran; (6) fitrah kemerdekaan: fitrah ini mendorong manusia untuk bersikap bebas/merdeka, tidak terbelenggu dan tidak mau diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan; (7) fitrah keadilan: fitrah ini mendorong manusia untuk berusaha menegakkaan keadilan di muka bumi; (8) fitrah persamaan dan persatuan: fitrah ini mendorong manusia untuk mewujudkan persamaan hak serta menentang diskriminasi ras, etnik, bahasa dan sebagainya, dan berusaha menjalin kesatuan dan persatuan di muka bumi; (9) fitrah individu: fitrah ini mendorong manusia untuk brsikap mandiri, bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan, mempertahankan harga diri dan kehormatannya serta menjaga keselamatan diri dan hartanya; (10) fitrah sosial: mendorong manusia untuk hidup bersama, bekerjasama, bergotongroyong, salingmembantu dan sebagainya; (11) fitrah seksual: mendorong seseorang untuk mengembangkan keturunan (berkembang biak) dan mewariskan tugas-tugas kepada generasi penerusnya; (12) fitrah ekonomi: mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktivitas ekonomi; (13) fitrah politik: mendorong manusia untuk berusaha menyusun suatu kekuasaan dan institusi yang mampu
Melindungi kepentingan bersama; (14) fitrah seni: mendorong manusia untuk menghargai dan mengembangkan kebutuhan seni dalam kehidupannya; dan fitrah-fitrah lainnya.
3. Implikasi potensi dasar manusia terhadap pendidikan
3. Implikasi potensi dasar manusia terhadap pendidikan
Alat-alat potensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan /kemerdekaan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak bias dilepaskan dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam,hukum yang mengusai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (“Keharusan Universal” atau “Kepastian Umum” sebagai batas akhir dari ikhtiar manusia dalam kehidupannya di dunia).
Dalam alquran dijumpai banyak ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia, yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Di samping itu juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab bersifat pribadi (QS.35:18). Dari pandangan ini, dapatlah disimpulkan bahwa manusia dilahirkan dengan membawa “potensi bawaan” tertentu, dan dengan potensi itu manusia dapat berkembang secara aktif dalam interaksinya dengan lingkungan dengan bantuan dan pengarahan yang sengaja dari pihak pendidik
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itujuga dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosiokultural, sejarah dan faktor-faktor temporal. Dalam ilmu pendidikan , faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu ada 5 (lima) macam, yang saling berkaitan dan berpengaruh antara satu faktor dengan faktor lainnya, yaitu faktor tujuan, Pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan milieu lingkungan. Karena itulah minat, bakat dan kemampuan, skill dan sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.
C.Tugas kehidupan manusia terhadap fungsi pendidikan
Dalam perjalanan hidup dan kehidupan manusia, manusia mempunyai amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggungjawab yang telah dibebankan oleh Allah agar dipenuhi dan dipelihara dengan sebaik-baiknya
Al-Maraghi mengemukakan bahwa amanah itu bermacam-macam bentuknya, yaitu:
a. Amanah hamba terhadap Tuhannya; yakni suatu yang harus dipelihara dan dijaga oleh manusia, yang berupa mengerjakan perintah dan meninggalkan atau menjauhi larangannya, serta menggunakan potensi dan anggota badannya dalam berbagai aktivitas yang menghasilkan manfaat.
b. Amanah hamba terhadap manusia; misalnya mengembalikan barang-barang yang dipinjam atau yang dititipkan pada pemiliknya. Tidak merusak atau menipu orang lain.
c. Amanah manusia tehadap dirinya sendiri; yakni berusaha berkelakuan baik yang lebih bermanfaat bagi dirinya dan agama, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dan akhiratny
a. Amanah hamba terhadap Tuhannya; yakni suatu yang harus dipelihara dan dijaga oleh manusia, yang berupa mengerjakan perintah dan meninggalkan atau menjauhi larangannya, serta menggunakan potensi dan anggota badannya dalam berbagai aktivitas yang menghasilkan manfaat.
b. Amanah hamba terhadap manusia; misalnya mengembalikan barang-barang yang dipinjam atau yang dititipkan pada pemiliknya. Tidak merusak atau menipu orang lain.
c. Amanah manusia tehadap dirinya sendiri; yakni berusaha berkelakuan baik yang lebih bermanfaat bagi dirinya dan agama, tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dan akhiratny
Dalam Al-quran Allah berfirman yang mencakup tentang amanah yaitu pada (Q.S. Al-Ahzab:72).
Muhammad Husain Aththabathab’I menafsirkan tentang ayat tersebut, bahwa amanah mempunyai pengertian yang sangat banyak, yaitu
Muhammad Husain Aththabathab’I menafsirkan tentang ayat tersebut, bahwa amanah mempunyai pengertian yang sangat banyak, yaitu
a. Tugas-tugas atau beban kewajiban, maksudnya apabila orang itu mau mematuhi dan mengerjakan apa yang telah diperintahkan, maka akan masuk surga, dan sebaliknya.
b. Akal, yaitu merupakan sendi bagi pelaksanaan tugas-tugas atau beban kewajiban dan tempat tergantungnya pahala dan siksa
b. Akal, yaitu merupakan sendi bagi pelaksanaan tugas-tugas atau beban kewajiban dan tempat tergantungnya pahala dan siksa
c. Kalimat, anggota-anggota badan misalnya. alat potensial atau potensi dasar manusia, yang mampu mengembangkan dan melepas amanah
d. Ma’rifah kepada Allah
Dari beberapa pendapat ahli tafsir dapat dipahami bahwa tugas manusia yang merupakan amanah dari Allah, pada intinya ada dua macam, yaitu
1.Abdullah (menyembah atau mengabdi pada Allah).
Realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara beban atau tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimat La ilaah illa Allah, dan ma’rifah kepada Allah.
2. Khalifah Allah (yang harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab).
Realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, memanfaatkan atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial (termasuk indra dan akal) atau potensi-potensi dasar manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Khalifah berasal dari kata”khalf” (menggantikan), sedangkan arti khalifah berarti menggantikan yang lain. Allah berfirman dalam (Q.S.Fathir:39) “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”
2. Khalifah Allah (yang harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab).
Realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, memanfaatkan atau mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial (termasuk indra dan akal) atau potensi-potensi dasar manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Khalifah berasal dari kata”khalf” (menggantikan), sedangkan arti khalifah berarti menggantikan yang lain. Allah berfirman dalam (Q.S.Fathir:39) “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini antara lain, untuk menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi ini (Q.S. Hud:61) serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. Al-Maidah:16).
Dari semua penggalan-penggalan al-quran diatas sudah mencermikan bahwa tugas khalifah merupakan tugas suci dan amanah dari Allah, sejak manusia pertama sampai pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadanya (Abdullah).
Dari semua penggalan-penggalan al-quran diatas sudah mencermikan bahwa tugas khalifah merupakan tugas suci dan amanah dari Allah, sejak manusia pertama sampai pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadanya (Abdullah).
Dari keterangan diatas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan dalam islam antara lain untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas hidupnya di bumi, baik sebagai “Abdullah” ataupun sebagai “Khalifah Allah”
D. Potensi-Potensi Negative Manusia dan Tugas Pendidikan
Pada uraian terdahulu telah banyak di jelaskan tentang segi- segi positif dari manusia jika di bandingkan dengan makhluk lainnya. Namun demikian manusia juga mempunyai sifat-sifat negative. Dalam uraian barikut akan di jeleskan sifat-sifat negative atau kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri manusia
Di dalam al-qur’an telah di jelaskan bahwa manusia disamping banyak dipuji juga banyak di cela. Celaan atau cercaan tersebut merupakan cerminan dari segi-segi negative yang dimiliki oleh manusia tersebut.diantara cercaan dan sekaligus mencerminkan kekurangan dan dan kelemahan manusia adalah; manusia adalah amat dholim dan bodoh sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al- Ahzab ayat 72 “sesungguhnya manusia itu amat dholim dan bodoh”
1.Manusia itu suka menganiaya diri sendiri, dalam arti mempunyai sifat yang suka membangkang. Tidak mau meletakkan sesuatu pada tempatnya, tidak mau tat dak tundukterhadap Allah dan Nabi-Nya sehingga merugikan dirinya sendiri.
2. Manusia adalah makhluk yang lemah tidak mempunyai daya dan kekuatan sendiri melainkan hanya Alloh yang memberikan daya dan kekuatan (Q.S.Al-Nisak;28 Al kahfi;39) karna itu tidak sepantasnya untuk berlaku sombong dan lupa diri, baik sombong karna kekayaan, jabatan, hasil budaya ilmu nya dan lain-lain. Justru kesombongan merupakan cermin dari kekerdilan dirinya.
2. Manusia adalah makhluk yang lemah tidak mempunyai daya dan kekuatan sendiri melainkan hanya Alloh yang memberikan daya dan kekuatan (Q.S.Al-Nisak;28 Al kahfi;39) karna itu tidak sepantasnya untuk berlaku sombong dan lupa diri, baik sombong karna kekayaan, jabatan, hasil budaya ilmu nya dan lain-lain. Justru kesombongan merupakan cermin dari kekerdilan dirinya.
2. 3. Manusia adalah makhluk yang banyak membantah dan menentang ajaran Alloh yang telah menciptakannya dan yang telah memberi berbagai macam nikmat (Q.S.Al-kahfi) ia telah di berikan akal alat potensial misalnya panca indra, akal pikiran dan lain-lain. Tapi semua itu justru di pakai untuk membantah kebeneran ajaran islam atau Tuhan.
4. Manusia di beri sifat tergesa-gesa (Q.S.Al-isrok;11) dalam arti suka menuntut sesuatu kebaikan dan keuntungan apa saja dengan segera dan suka mengambil jalan pintas dalam meraih sesuatu atas dorongan hawa nafsunya.
4. Manusia di beri sifat tergesa-gesa (Q.S.Al-isrok;11) dalam arti suka menuntut sesuatu kebaikan dan keuntungan apa saja dengan segera dan suka mengambil jalan pintas dalam meraih sesuatu atas dorongan hawa nafsunya.
5. Manusia adalah mudah lupa dan banyak salah. Manusia di sebut sebagai insan (bahasa arab) serumpun dengan kata nisyan yang berarti lupa atau lalai. Sifat ini harus di akui oleh manusia, agar dirinya tidak bersikap angkuh dan sombong. Sebaliknya ia justru di harapkan untuk bersedia mengakui kesalahan dan kelupaannya dengan jalan kembali pada jalan yang benar atau bertaubat.
6. Manusia itu sering mengingkari nikmat (Q.S.Al-hajj;66) dan mengingkari kebenaran ajaran Alloh (Q.S. Al-isro’). Manusia telah di beri berbagai nikmat oleh Alloh agar disyukuri oleh manusia, manusia sudah di beri petunjuk oleh Alloh berupa jalan yang benar dan di ridhoi Nya tapi kebanyakan manusia masih mengingkarinya.
7. Manusia itu mudah gelisah dan banyak keluh kesah serta sangat kikir(Q.S. Al maarij;19-21, Al-isro’ 100) dalam arti manusia itu mudah cemas dan tidak tahan dalam menghadapi musibah tetapi jika di beri rachmat oleh Alloh yang berupa rizki yang melimpah maka dia bersifat serakah, loba, dan sangat kikir, tidak memiliki kepedulian social.
Dengan adanya berbagai sifat negative dan kelemahan manusia tersebut maka akan menyadarkan diri manusia untuk lebih memperhatikan eksistensi dirinya yang serba terbatas, jika di bandingkan dengan Sang Maha Pencipta yang tidak terbatas. Karena itu pendidikan dalam islam antara lain bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia akan menyadari akan eksistensi dirinya sebagai manusia yang serba terbatas serta menumbuhkembangkan sikap iman dan taqwa kepada Alloh. Di samping itu pendidikan juga bertugas untuk membimbing dan mengerahkan manusia agar dapat mengendalikan diri dan menghilangkan sifat-sifat negative yang melekat pada dirinya agar tidak sampai mendominasi dalam kehidupannya, sebaliknya sifat-sifat positifnya yang tercermin dalam kepribadiannya.
Dengan adanya berbagai sifat negative dan kelemahan manusia tersebut maka akan menyadarkan diri manusia untuk lebih memperhatikan eksistensi dirinya yang serba terbatas, jika di bandingkan dengan Sang Maha Pencipta yang tidak terbatas. Karena itu pendidikan dalam islam antara lain bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia akan menyadari akan eksistensi dirinya sebagai manusia yang serba terbatas serta menumbuhkembangkan sikap iman dan taqwa kepada Alloh. Di samping itu pendidikan juga bertugas untuk membimbing dan mengerahkan manusia agar dapat mengendalikan diri dan menghilangkan sifat-sifat negative yang melekat pada dirinya agar tidak sampai mendominasi dalam kehidupannya, sebaliknya sifat-sifat positifnya yang tercermin dalam kepribadiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar