GURU TIDAK PERLU PROFESIONAL YANG PENTING SERTIFIKASI CAIR
Oleh :
Sobarudin, M.Pd.I
Terlalu
kontra produktif nampaknya pengambilan judul yang penulis ketengahkan pada
tulisan kali ini, hal ini terinspirasi dari celotehan pemateri pada kegiatan
Workshop Optimalisasi Pemberdayaan Alumni S2 Guru PAI tingkat Nasional di
Jakarta yang diikuti penulis beberapa waktu lalu. Pada awalnya penulis juga
merasa kurang nyaman dengan pernyataan pembicara pada acara dimaksud, akan
tetapi tidak berselang lama penulis juga menyadari bahwa tidak terlalu
berlebihan bila beliau mengatakan demikian setelah mendengar beberapa
pencerahan selanjutnya.
Ada
pertanyaan menggelitik mengapa Pembicara menyebutkan celotehan demikian?
Ternyata tidak dipungkiri dan dapat dengan kasatmata kita dapat melihat bahwa
guru selepasnya mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang
dinantikannya selama ini dengan harapan kedepan dapat membawa angin segar untuk
memperbaiki strata ekonomi guru bersangkutan, ternyata beliau-beliau sekembalinya ke tempat tugas beliau kembali
seperti yang dulu, maknanya adalah tidak adanya perubahan signifikan terhadap
kinerja dan peningkatan mutu pendidikan dimana ia menjalankan tugas selama ini,
yang ada dalam benaknya kapan tunjangan prifesi yang dijanjikan pemerintah dapat segera cair
Padahal
ada beberapa Indikator guru dikatakan profesional selain ia wajib memiliki 4 kompetensi yakni kompetensi Pedagogik, kompetensi Profesional selanjunya di sebut
hard skill, kompetensi Kepribadian serta kompetensi Sosial selanjutnya disebut
soft skill. Pada tataran implementatif selanjutnya ke empat kompetensi tersebut
oleh sejumlah pakar pendidikan perlu penambahan yakni kompetensi spiritual dan
kompetensi kepemimpinan.
Berikut
beberapa Indikator guru dikatakan Profesional, diantaranya:
1.
Memiliki Kapasitas Profesional,
maknanya adalah untuk menjadi guru dikatakan professional ia haruslah memiliki
ijazah yang dipersyaratkan oleh Undang-undang, minimal ber Strata satu fakultas
Pendidikan atau memiliki akta IV bagi mereka yang latar belakang pendidikan
sebelumnya non pendidikan. Memiliki sertifikat Pendidik atau Surat Tanda
Pendidikan dan Latihan (STTPL) yang
berkaitan dengan profesinya.
2.
Mimiliki komitmen kuat untuk jadi
Profesional, maknanya adalah ia berusaha keras untuk meningkatkan keilmuan yang
berkaitan dengan keprofesionalitasnya, wujud dari semua itu diantaranya ia
rajin untuk even-even keilmuan di berbagai tempat dan kesempatan, melakukan
penelitian. Untuk guru rajin melalukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan
Penelitian Tindakan Sekolah bagi Pengawas.
3.
Memiliki komitmen mewakafkan waktu untuk Profesinya, maknanya adalah ia
senantiasa dalam bekerja tidak terpaku dengan jam wajib mengajar. Ia senantiasa
dengan senang hati dalam bahasa agama ikhlas untuk menjalankan tuntutan
keprofesiannya di tengah-tengah dunia pendidikan dan kehidupan sosial yang
selama ini ia berinteraksi.
Sekedar ilustrasi
dan sebagai bahan komparasi bahwa guru atau pegawai di Indonesia maksimal
jumlah jam kerjanya hanya 37 jam per minggu, bisa kita tengok ke negara Asia
yang lain seperti Jepang yang memiliki
rekor 48 jam per minggu, itupun oleh negara Korea masih di cibir sebagai negara
malas. Mengapa ia katakan demikian? sebab di Korea jam wajib bekerja
perminggunya mencapai 52 jam. Hal ini dapat
dicermati oleh kita betapa etos kerja guru di Indonesia yang diamanati oleh
Undang-undang hany 24 jam saja per minggunya terasa masih rendah, sehingga
tidaklah berlebihan hasil sebuah survey yang menempatkan Indonesia di urutan ke
50 dari Negara yang disurvai 50 dari sisi keterlibatan siswa dalam mengikuti
even-even Internasional.
4.
Mimiliki kesesuaian antara keahlian
dan dunia kerja, maknanya adalah tidak benar guru yang berlatar belakang S 1
reguler mengajar di tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Taman Kanak-kanak (TK),
begitupun sebaliknya guru dengan latar belakang Pendidikan Guru Sekolah Dasar
PGSD mengajar di tingkat SMP/MTs, SMA atau SMK/Aliah walaupun dari sisi Ijazah
sederajat. Pada sisi metode dan pendekatan hal ini sangatlah berbeda sehingga
pada tataran hasil dan evaluasipun akan menghasilakn produk yang berbeda pula. Pada
tempat tertentu fenomena ini sering
terjadi dan menjadi lumrah pada sisi implementasi. Kalaulah pada profesi
kedokteran maka bisa dikatakan dengan latah Malpraktek, pada sisi profesi pendidik ini
bisa dikatakan “Malpendidik”.
5.
Memiliki Tingkat Kesejahteraan,
maknanya adalah guru yang profesional
maka dirinya memantaskan diri untuk dihargai dari sisi ekonomi di lingkungan sosial
dan dihadapan siswa layak untuk digugu dan ditiru, hal ini dilakukan dengan
dukungan tingkat kesejahteraan sebagai balas jasa dan dari kepemilikan
kompetensi dan profesi yang dijalanya selama ini. Pemerintah telah
menetapkan bahwa guru yang dinyatakan
Profesional mendapat tunjangan profesi satu kali gajih pokok setiap bulannya.
Tidak jaman lagi
dikumandangkan lirik Umar Bakri yang
mengilustrasikan guru menderita dan hidup dalam suasana sangat sederhana.
Profesi guru kini dilirik oleh semua kalangan terlebih generasi muda. Indikasi fenomena
ini dapat dilihat begitu banyak bermunculan fakultas dan jurusan keguruan di
padati oleh sejumlah mahasiswa yang menghendaki profesi guru sebagai pilihan.
Kesimpulan
Dunia pendidikan di Indonesia harus
membenahi diri untuk dapat bersaing pada kancah globalisasi pendidikan.
Tantangan kedepan dunia pendidikan semakin berat hal ini dilatar belakangan 3
faktor yakni faktor internal, faktor institusional dan faktor eksternal.
Termasuk dalam katagori internal diantaranya kompetensi pendidikan dan
kompetensi guru yang masih belum maksimal dan merata, kemudian faktor
institusional diantaranya kurang lengkapnya sarana dan prasarana dilembaga
pendidikan, kemudian faktor eksternal, kekurang pedulian orang tua
terhadap perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan dan pengaruh dunia
globalisasi.
Sebagai bahan refleksi ada sebuah
ungkapan Guru Biasa hanya menyampaikan informasi, Guru Baik
menyampaikan penjelasan sedangkan Guru
Hebat member Inspirasi. Mari renungi mau jadi guru yang mana kita ini…?
Terakhir semoga nasib guru-guru Indonesia menjadi lebih baik sehingga dapat
mengangkat posisi Indonesia ke temat yang layak di kancah dunia Internasional,
Semoga….
Penulis,
Peserta Diklat Optimasisasi Pemberdayaan Alumni S2 GPAI Angkatan I
Tingkat Nasional
Kementerian Agama RI tahun 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar