Senin, 21 Januari 2013

PEPELING DAN SIPELING

PEPELING DAN SIPELING
Oleh: Sobarudin
Tulisan sederhana ini sebagai  wujud kontribusi kepedulian pada lingkungan sekitar pada umumnya  dan lingkungan pendidikan pada khususnya.  Kata “Pepeling dan Sipeling”  adalah dua istilah baru untuk menyebut suatu gerakan mulia sebagai wujud mencintai lingkungan tempat tinggal dan tempat beraktivitas sejumlah manusia. Istilah yang pertana, yaitu Pepeling (Pengantin Peduli Lingkungan) khusus untuk masyarakat kabupaten Kuningan nampaknya tidak asing dengan istilah satu ini. Lebih spesifik lagi bagi mereka calon penganting baru, sebab hal ini dilakukan oleh pemerintah daerah  bekerjasama dengan kantor Kementerian Agama yang mewajibakan bagi mereka yang hendak melangsungkan pernikahan manakala mendaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan masuk ke persyaratan, yaitu agar mensetorkan  sejumlah tanaman sebagai bukti bahwa mereka peduli pada lingkungan sekitar.
Selanjutnya istilah kedua yaitu Sipeling (Siswa Peduli Lingkungan), istilah yang satu ini sepertinya belum banyak di kenal dimasyarakat, sebab pada umumnya siswa tidak dilibatkan langsung untuk peduli pada lingkungan. Seolah-olah kewajiban pemeliharaan lingkungan menjadi tugas orang dewasa dan dinas instansi tersendiri. Sungguhpun demikian  tidak sedikik bagi siswa yang aktif di kegiatan ekstrakulikuler Pecinta Alam (PA) tiap sekolah, program semisal ini bukan merupakan sesuatu yang baru. Hemat Penulis, boleh di kata mengadopsi istilah yang sudah berjalan di Kantor Urusan Agama (KUA), nampaknya tidak ada salahnya bila wacana  ini dilakukan juga di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora). Di tengarai akan ada suatu situasi yang kondusif bila gerakan ini dilakukan secara massal dan formal, manakala siswa yang hendak mendaftarkan diri ke suatu sekolah yang lebih tinggi, sebut saja dari Sekolah Dasar (SD) ke SMP, SMP ke SMA,  selanjutnya dari SMA ke Perguruan Tinggi. Jadi tidak saja sejumlah persyaratan berupa lembaran kertas yang memang legal untuk mendaftar ke sekolah jenjang yang lebih tinggi, tetapi di tambah pula dengan sejumlah tanaman/pohon sebagai bukti bahwa calon siswa/mahasiswa turut peduli untuk merawat dan menjaga kelestarian alam sekitar.
Menurut  penulis wacana ini sangat baik untuk diresponi oleh sejumlah pemangku kebijakan untuk dijadikan Peraturan Daerah, untuk selanjutnya pada tataran yang lebih tinggi menjadi suatu wahana penanaman karakter baru yaitu manusia yang peduli pada lingkungan atau alam sekitar. Apa jadinya alam ini  bila tidak diperhatikan dan dijaga oleh para penghuninya ?
Musin kemarau seolah permisi  meninggalkan kita semua untuk kemudian masuk ke musim berikutnya yakni musim penghujan. Pada musim kemarau tidak sedikit diantara kita selaku anggota masyarakat dan sejumlah sekolah/lembaga pendidikan  ketika akan melakukan suatu kegiatan yang melibatkan keperluan air bersih merasa kesulitan karena kekurangan air. Hal ini perlu menjadi perhatian dan langkah nyata dari kita semua untuk menanggulangi hal dimaksud.
Kiranya gerakan yang dikemukakan pada tulisan  ini merupakan salah satu dari sekian banyak solusi yang bisa dilakukan sebagai wujud nyata kepedulian pada lingkungan sekitar dengan tanpa merogok kocek yang cukup dalam dalam arti dengan biaya murah-meriah.
Sejatinya setiap elemen masyarakat terlibat dalam kegiatan mulia ini, karena pada hakekatnya manusialah yang paling bertanggung jawab atas kelangsungan alam semesta ini, dalam bahasa agama di sebut “Khalifah” bermakna  Pemimpin atau Pemakmur dunia.
Tidak tepat rasanya diantara kita untuk saling mengandalkan dan saling mengkambing hitamkan pihak lain manakala terjadi kekeringan pada musin kemarau atau sebaliknya  kebanjiran manakala musin penghujan. Karena kemampuan Pemerintah dalam menangani berbagai bencana yang di timbulkan dari bencana alam sebagai akibat sejumlah oknum manusia yang tidak bertanggung jawab, dengan menebang sejumlah tanaman atau pohon secara sembarang, lemahnya kesadaran masyarakat tatkala pembuangan sampah tidak pada tempatnya, pendirian industri dan pembuangan limbah dengan tidak memenuhi standar Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) oleh instansi terkait, di tengarai merupakan penyebab terjadinya fenomena banjir dan terjadinya kekeringan yang melanda masyarakat kita,  untuk itu sekali lagi sejatinya setiap elemen masyarakat merasa terpanggil hati untuk sama-sama peduli pada lingkungan sekitar.
Atas dasar itulah program pepeling dan sipeling perlu untuk segera direspon oleh instansi terkait dan elemen masyarakat yang peduli dan merasa jiwanya terpanggil demi kehidupan yang lebih baik dengan daya dukung alam yang ASRI (Aman, Sehat, Rindang dan Indah).  Terkait dengan ini pula kegiatan sipeling perlu untuk segera disosialisasikan dan direalisasikan dilingkungan lembaga pendidikan sehingga siswa tidak saja disuguhi  ilmu pengetahuan secara normatif/teoritis tetapi ditambah pula kerja nyata yakni peduli pada lingkungan sekolah sehingga diharapkan suasana wawasan wiyata mandala itu benar-benar  dapat dirasakan manfaatnya bukan hanya isapan jempol belaka.
Dari lembaga pendidikan seperti inilah diharapkan timbul manusia-manusia yang dapat diharapkan, sebagai calon pengemban tongkat estafeta kepemimpinan bangsa Indonesia ke depan, yakni manusia yang berkarakter, berwawasan kebangsaan dan peduli pada lingkungan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar