PEPELING DAN SIPELING
Oleh: Sobarudin
Tulisan sederhana ini sebagai
wujud kontribusi kepedulian pada
lingkungan sekitar pada umumnya dan
lingkungan pendidikan pada khususnya. Kata
“Pepeling dan Sipeling” adalah dua
istilah baru untuk menyebut suatu gerakan mulia sebagai wujud mencintai
lingkungan tempat tinggal dan tempat beraktivitas sejumlah manusia. Istilah
yang pertana, yaitu Pepeling (Pengantin Peduli Lingkungan) khusus untuk
masyarakat kabupaten Kuningan nampaknya tidak asing dengan istilah satu ini.
Lebih spesifik lagi bagi mereka calon penganting baru, sebab hal ini dilakukan
oleh pemerintah daerah bekerjasama
dengan kantor Kementerian Agama yang mewajibakan bagi mereka yang hendak
melangsungkan pernikahan manakala mendaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan
masuk ke persyaratan, yaitu agar mensetorkan
sejumlah tanaman sebagai bukti bahwa mereka peduli pada lingkungan
sekitar.
Selanjutnya istilah kedua yaitu
Sipeling (Siswa Peduli Lingkungan), istilah yang satu ini sepertinya belum
banyak di kenal dimasyarakat, sebab pada umumnya siswa tidak dilibatkan
langsung untuk peduli pada lingkungan. Seolah-olah kewajiban pemeliharaan
lingkungan menjadi tugas orang dewasa dan dinas instansi tersendiri. Sungguhpun
demikian tidak sedikik bagi siswa yang
aktif di kegiatan ekstrakulikuler Pecinta Alam (PA) tiap sekolah, program
semisal ini bukan merupakan sesuatu yang baru. Hemat Penulis, boleh di kata
mengadopsi istilah yang sudah berjalan di Kantor Urusan Agama (KUA), nampaknya
tidak ada salahnya bila wacana ini
dilakukan juga di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
(Disdikpora). Di tengarai akan ada suatu situasi yang kondusif bila gerakan ini
dilakukan secara massal dan formal, manakala siswa yang hendak mendaftarkan
diri ke suatu sekolah yang lebih tinggi, sebut saja dari Sekolah Dasar (SD) ke
SMP, SMP ke SMA, selanjutnya dari SMA ke
Perguruan Tinggi. Jadi tidak saja sejumlah persyaratan berupa lembaran kertas
yang memang legal untuk mendaftar ke sekolah jenjang yang lebih tinggi, tetapi
di tambah pula dengan sejumlah tanaman/pohon sebagai bukti bahwa calon
siswa/mahasiswa turut peduli untuk merawat dan menjaga kelestarian alam
sekitar.
Menurut penulis wacana ini sangat baik untuk diresponi
oleh sejumlah pemangku kebijakan untuk dijadikan Peraturan Daerah, untuk
selanjutnya pada tataran yang lebih tinggi menjadi suatu wahana penanaman
karakter baru yaitu manusia yang peduli pada lingkungan atau alam sekitar. Apa
jadinya alam ini bila tidak diperhatikan
dan dijaga oleh para penghuninya ?
Musin kemarau seolah permisi meninggalkan kita semua untuk kemudian masuk
ke musim berikutnya yakni musim penghujan. Pada musim kemarau tidak sedikit
diantara kita selaku anggota masyarakat dan sejumlah sekolah/lembaga pendidikan ketika akan melakukan suatu kegiatan yang
melibatkan keperluan air bersih merasa kesulitan karena kekurangan air. Hal ini
perlu menjadi perhatian dan langkah nyata dari kita semua untuk menanggulangi
hal dimaksud.
Kiranya gerakan yang dikemukakan pada
tulisan ini merupakan salah satu dari
sekian banyak solusi yang bisa dilakukan sebagai wujud nyata kepedulian pada
lingkungan sekitar dengan tanpa merogok kocek yang cukup dalam dalam arti
dengan biaya murah-meriah.
Sejatinya setiap elemen masyarakat
terlibat dalam kegiatan mulia ini, karena pada hakekatnya manusialah yang
paling bertanggung jawab atas kelangsungan alam semesta ini, dalam bahasa agama
di sebut “Khalifah” bermakna Pemimpin
atau Pemakmur dunia.
Tidak tepat rasanya diantara kita
untuk saling mengandalkan dan saling mengkambing hitamkan pihak lain manakala
terjadi kekeringan pada musin kemarau atau sebaliknya kebanjiran manakala musin penghujan. Karena kemampuan
Pemerintah dalam menangani berbagai bencana yang di timbulkan dari bencana alam
sebagai akibat sejumlah oknum manusia yang tidak bertanggung jawab, dengan
menebang sejumlah tanaman atau pohon secara sembarang, lemahnya
kesadaran masyarakat tatkala pembuangan sampah tidak pada tempatnya, pendirian
industri dan pembuangan limbah dengan tidak memenuhi standar Amdal (Analisis
Dampak Lingkungan) oleh instansi terkait, di tengarai merupakan penyebab
terjadinya fenomena banjir dan terjadinya kekeringan yang melanda masyarakat
kita, untuk itu sekali lagi sejatinya
setiap elemen masyarakat merasa terpanggil hati untuk sama-sama peduli pada
lingkungan sekitar.
Atas dasar itulah program pepeling
dan sipeling perlu untuk segera direspon oleh instansi terkait dan elemen
masyarakat yang peduli dan merasa jiwanya terpanggil demi kehidupan yang lebih baik
dengan daya dukung alam yang ASRI (Aman, Sehat, Rindang dan Indah). Terkait dengan ini pula kegiatan sipeling
perlu untuk segera disosialisasikan dan direalisasikan dilingkungan lembaga
pendidikan sehingga siswa tidak saja disuguhi
ilmu pengetahuan secara normatif/teoritis tetapi ditambah pula kerja
nyata yakni peduli pada lingkungan sekolah sehingga diharapkan suasana wawasan
wiyata mandala itu benar-benar dapat
dirasakan manfaatnya bukan hanya isapan jempol belaka.
Dari lembaga pendidikan seperti
inilah diharapkan timbul manusia-manusia yang dapat diharapkan, sebagai calon pengemban
tongkat estafeta kepemimpinan bangsa Indonesia ke depan, yakni manusia yang
berkarakter, berwawasan kebangsaan dan peduli pada lingkungan dengan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar