Minggu, 28 Desember 2014

SALAM DUA JADI RUBAH JADI GIGIT JARI




Tanggal 20 Oktober 2014 merupakan hari tonggak sejarah baru bagi bangsa Indonesia, yakni hari dilantiknya Pesiden baru pemenang pemilu 2014. Pesta pora dari para simpatisan dan pengusung pasangan terpilih begitu melekat di ingatan kita melalui media  yang kita  baca dan media yang getol menyantroni kita di rumah (TV).
Belum genap usia pasangan itu 10 hari bekerja, sudah membuat rakyat Indonesia terkejut, betapa tidak Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan susunan kabinet yang ia sebut dengan kabinet kerja dengan komposisi dan nama-nama yang masih kontroversi menurut para ahli di bidangnya. Saya tidak menyebutkan nama-nama dimaksud, para pembaca sudah maklum akan hal itu. Masalah susunan nama di cabinet kerja belum reda dari perbincangan dan diskusi, rakyat di kejutkan lagi dengan pemilihan dan pelantikan Jaksa Agung yang dianggap tidak pantas dan tidak melalui mekanisme yang lazim dilakukan oleh presiden pendahulunya, yakni tidak melalui uji public dan kelayakan di DPR serta pejabat yang di pilih kapasitasnya dipandang biasa saja dan tidak punya prestasi yang pantastis untuk ukuran pejabat Negara.
Selanjutnya belum genap satu bulan beberapa minggu yang lalu, kembali rakyat dipaksa untuk menerima keputusan kenaikan harga BBM sebagai akibat pengalihan subsisi BBM dari sector konsumtif ke sector prodiktif, sungguhpun hal ini paradok dengan harga minyak mentah dunia yang mengalami penurunan. Janji-janji manis  pasangan Jokowi-JK tatkala kampannye seolah menguap seiring kontroversi berlangsung, kritikan dan saran dari para pengamat politik dan ekonom seolah tak ada pengaruhnya untuk sebuah kebijakan oleh penguasa baru ini (Suara Islam, Edisi 190 hal 4.  Nov 2014).
Posisi rakyat menengah ke bawah nampaknya mengalami dampak lebih serius atas kebijakan kenaikan harga BBM ini, rakyat mulai dari nelayan, petani, buruh, pelajar/mahasiswa dan lainya mulai merasakan berbagai kenaikan harga kebutuhan pokok, hal ini semakin menambah beban hidup dan kesengsaraan mereka. Rakyat  kecil khususnya pendukung dan pengusung pasangan pemenang Pilpres 2014 mulai mengalami adanya pergeseran dari salam dua jari manakala kampanye berubah menjadi salam gigit jari . Gigit jari pertanda melongo akibat kecewa dengan naiknya BBM dua ribu.
Selanjutnya sebagai kompensasi dari pengalihan subsisi BBM,  rakyat yang dinyatakan berhak di beri santunan Rp. 400.000 per kepala rumah tangga untuk dua bulan. Cukup tidak cukup mesti diterima, padahal sesungguhnya secara hitung-hitungan kasar orang awam  jumlah itu belumlah dianggap lanyak untuk mengimbangi harha-harga yang meroket naik. Pada sisi distribusi , program ini juga menimbulkan masalah. Betapa tidak, data yang dipergunakan untuk distribusi sejumlah dana dimaksud menggunakan data lama, hal ini diakui oleh Khofifah Indar Parawangsa sebagai menteri Sosial di salah satu stasiun televisi, ini berarti ketidak akuratan  data pada masa pemerintahan sebelumnya dimainkan kembali. Akibatnya sejumlah fenomena yang tidak semestinya terjadi kini dapat kita saksikan di media massa khususnya Televisi dengan mudah, kekurang tertiban dan salah sasaran keluarga penerima program.
Sementara Pemerintah, alih-alih bekerja sama dengan DPR untuk mencari solusi terbaik untuk kepentingan rakyat, malah menghimbau kepada para menteri terkait untuk tidak menghadiri undangan DPR dalam forum terhormat menurut konstitusi yakni rapat kerja dengar pendapat. Hal ini menambah rentetan kekurang simpatisan dari sebagian masyarakat yang sebelumnya menggantungkan harapan baik pada pemerintahan yang baru terpilih ini.
Sebagai warga masyarakat Indonesia yang taat pada konstitusi yang berlaku, kita  berharap kepada pemerintah yang saat ini diberi amanah oleh  rakyat untuk untuk membawa Negara ini ke arah yang lebih baik, lahirkanlah  regulasi-regulasi yang memihak kepada kepentingan rakyat  terutama dikalangan bawah, wujudkan janji-janji manis manakala berkampanye, arahkan kebijakan untuk kemajuan dan kemandirian bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar jangan di kecilkan dengan kepentingan-kepentingan sesaat  dan hanya demi mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan.
Akhirnya apapun kebijakan pemerintah yang diambil dan mendapat beragam respon dari masyarakat, semoga ujung-ujungya membawa perubahan ke arah positif demi masa depan bangsa Indonesia yang mendambakan Indonesia yang lebih sejahtera, mandiri serta bermartabat. Semoga…