Tanggal 20 Oktober 2014 merupakan hari tonggak sejarah baru bagi bangsa
Indonesia, yakni hari dilantiknya Pesiden baru pemenang pemilu 2014. Pesta pora
dari para simpatisan dan pengusung pasangan terpilih begitu melekat di ingatan
kita melalui media yang kita baca dan media yang getol menyantroni kita di
rumah (TV).
Belum genap usia pasangan itu 10 hari bekerja, sudah membuat rakyat
Indonesia terkejut, betapa tidak Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan susunan
kabinet yang ia sebut dengan kabinet kerja dengan komposisi dan nama-nama yang
masih kontroversi menurut para ahli di bidangnya. Saya tidak menyebutkan
nama-nama dimaksud, para pembaca sudah maklum akan hal itu. Masalah susunan nama
di cabinet kerja belum reda dari perbincangan dan diskusi, rakyat di kejutkan
lagi dengan pemilihan dan pelantikan Jaksa Agung yang dianggap tidak pantas dan
tidak melalui mekanisme yang lazim dilakukan oleh presiden pendahulunya, yakni
tidak melalui uji public dan kelayakan di DPR serta pejabat yang di pilih
kapasitasnya dipandang biasa saja dan tidak punya prestasi yang pantastis untuk
ukuran pejabat Negara.
Selanjutnya belum genap satu bulan beberapa minggu yang lalu, kembali
rakyat dipaksa untuk menerima keputusan kenaikan harga BBM sebagai akibat
pengalihan subsisi BBM dari sector konsumtif ke sector prodiktif, sungguhpun
hal ini paradok dengan harga minyak mentah dunia yang mengalami penurunan.
Janji-janji manis pasangan Jokowi-JK
tatkala kampannye seolah menguap seiring kontroversi berlangsung, kritikan dan
saran dari para pengamat politik dan ekonom seolah tak ada pengaruhnya untuk
sebuah kebijakan oleh penguasa baru ini (Suara Islam, Edisi 190 hal 4. Nov 2014).
Posisi rakyat menengah ke bawah nampaknya mengalami dampak lebih serius
atas kebijakan kenaikan harga BBM ini, rakyat mulai dari nelayan, petani,
buruh, pelajar/mahasiswa dan lainya mulai merasakan berbagai kenaikan harga
kebutuhan pokok, hal ini semakin menambah beban hidup dan kesengsaraan mereka.
Rakyat kecil khususnya pendukung dan
pengusung pasangan pemenang Pilpres 2014 mulai mengalami adanya pergeseran dari
salam dua jari manakala kampanye berubah menjadi salam gigit jari . Gigit jari
pertanda melongo akibat kecewa dengan naiknya BBM dua ribu.
Selanjutnya sebagai kompensasi dari pengalihan subsisi BBM, rakyat yang dinyatakan berhak di beri
santunan Rp. 400.000 per kepala rumah tangga untuk dua bulan. Cukup tidak cukup
mesti diterima, padahal sesungguhnya secara hitung-hitungan kasar orang awam jumlah itu belumlah dianggap lanyak untuk
mengimbangi harha-harga yang meroket naik. Pada sisi distribusi , program ini
juga menimbulkan masalah. Betapa tidak, data yang dipergunakan untuk distribusi
sejumlah dana dimaksud menggunakan data lama, hal ini diakui oleh Khofifah
Indar Parawangsa sebagai menteri Sosial di salah satu stasiun televisi, ini
berarti ketidak akuratan data pada masa
pemerintahan sebelumnya dimainkan kembali. Akibatnya sejumlah fenomena yang
tidak semestinya terjadi kini dapat kita saksikan di media massa khususnya
Televisi dengan mudah, kekurang tertiban dan salah sasaran keluarga penerima
program.
Sementara Pemerintah, alih-alih bekerja sama dengan DPR untuk mencari
solusi terbaik untuk kepentingan rakyat, malah menghimbau kepada para menteri
terkait untuk tidak menghadiri undangan DPR dalam forum terhormat menurut
konstitusi yakni rapat kerja dengar pendapat. Hal ini menambah rentetan
kekurang simpatisan dari sebagian masyarakat yang sebelumnya menggantungkan
harapan baik pada pemerintahan yang baru terpilih ini.
Sebagai warga masyarakat Indonesia yang taat pada konstitusi yang
berlaku, kita berharap kepada pemerintah
yang saat ini diberi amanah oleh rakyat
untuk untuk membawa Negara ini ke arah yang lebih baik, lahirkanlah regulasi-regulasi yang memihak kepada
kepentingan rakyat terutama dikalangan
bawah, wujudkan janji-janji manis manakala berkampanye, arahkan kebijakan untuk
kemajuan dan kemandirian bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar
jangan di kecilkan dengan kepentingan-kepentingan sesaat dan hanya demi mengutamakan kepentingan
pribadi dan golongan.
Akhirnya apapun kebijakan pemerintah yang diambil dan mendapat beragam
respon dari masyarakat, semoga ujung-ujungya membawa perubahan ke arah positif
demi masa depan bangsa Indonesia yang mendambakan Indonesia yang lebih
sejahtera, mandiri serta bermartabat. Semoga…