Jumat, 15 November 2013

GURU TAK PERLU PROFESIONAL YANG PENTING SERTIFIKASI CAIR



GURU TIDAK PERLU PROFESIONAL YANG PENTING SERTIFIKASI CAIR
Oleh : Sobarudin, M.Pd.I
Terlalu kontra produktif nampaknya pengambilan judul yang penulis ketengahkan pada tulisan kali ini, hal ini terinspirasi dari celotehan pemateri pada kegiatan Workshop Optimalisasi Pemberdayaan Alumni S2 Guru PAI tingkat Nasional di Jakarta yang diikuti penulis beberapa waktu lalu. Pada awalnya penulis juga merasa kurang nyaman dengan pernyataan pembicara pada acara dimaksud, akan tetapi tidak berselang lama penulis juga menyadari bahwa tidak terlalu berlebihan bila beliau mengatakan demikian setelah mendengar beberapa pencerahan selanjutnya.
Ada pertanyaan menggelitik mengapa Pembicara menyebutkan celotehan demikian? Ternyata tidak dipungkiri dan dapat dengan kasatmata kita dapat melihat bahwa guru selepasnya mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang dinantikannya selama ini dengan harapan kedepan dapat membawa angin segar untuk memperbaiki strata ekonomi guru bersangkutan, ternyata beliau-beliau  sekembalinya ke tempat tugas beliau kembali seperti yang dulu, maknanya adalah tidak adanya perubahan signifikan terhadap kinerja dan peningkatan mutu pendidikan dimana ia menjalankan tugas selama ini, yang ada dalam benaknya kapan tunjangan prifesi yang dijanjikan pemerintah  dapat segera cair
Padahal ada beberapa Indikator guru dikatakan profesional selain ia wajib memiliki  4 kompetensi yakni kompetensi Pedagogik,  kompetensi Profesional selanjunya di sebut hard skill, kompetensi Kepribadian serta kompetensi Sosial selanjutnya disebut soft skill. Pada tataran implementatif selanjutnya ke empat kompetensi tersebut oleh sejumlah pakar pendidikan perlu penambahan yakni kompetensi spiritual dan kompetensi kepemimpinan.
Berikut beberapa Indikator guru dikatakan Profesional, diantaranya:
1.    Memiliki Kapasitas Profesional, maknanya adalah untuk menjadi guru dikatakan professional ia haruslah memiliki ijazah yang dipersyaratkan oleh Undang-undang, minimal ber Strata satu fakultas Pendidikan atau memiliki akta IV bagi mereka yang latar belakang pendidikan sebelumnya non pendidikan. Memiliki sertifikat Pendidik atau Surat Tanda Pendidikan dan Latihan (STTPL)  yang berkaitan dengan profesinya.
2.    Mimiliki komitmen kuat untuk jadi Profesional, maknanya adalah ia berusaha keras untuk meningkatkan keilmuan yang berkaitan dengan keprofesionalitasnya, wujud dari semua itu diantaranya ia rajin untuk even-even keilmuan di berbagai tempat dan kesempatan, melakukan penelitian. Untuk guru rajin melalukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah bagi Pengawas.
3.    Memiliki komitmen mewakafkan waktu  untuk Profesinya, maknanya adalah ia senantiasa dalam bekerja tidak terpaku dengan jam wajib mengajar. Ia senantiasa dengan senang hati dalam bahasa agama ikhlas untuk menjalankan tuntutan keprofesiannya di tengah-tengah dunia pendidikan dan kehidupan sosial yang selama ini ia berinteraksi.

           Sekedar ilustrasi dan sebagai bahan komparasi bahwa guru atau pegawai di Indonesia maksimal jumlah jam kerjanya hanya 37 jam per minggu, bisa kita tengok ke negara Asia yang lain seperti Jepang  yang memiliki rekor 48 jam per minggu, itupun oleh negara Korea masih di cibir sebagai negara malas. Mengapa ia katakan demikian? sebab di Korea jam wajib bekerja perminggunya mencapai 52 jam.  Hal ini dapat dicermati oleh kita betapa etos kerja guru di Indonesia yang diamanati oleh Undang-undang hany 24 jam saja per minggunya terasa masih rendah, sehingga tidaklah berlebihan hasil sebuah survey yang menempatkan Indonesia di urutan ke 50 dari Negara yang disurvai 50 dari sisi keterlibatan siswa dalam mengikuti even-even  Internasional.

4.    Mimiliki kesesuaian antara keahlian dan dunia kerja, maknanya adalah tidak benar guru yang berlatar belakang S 1 reguler mengajar di tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Taman Kanak-kanak (TK), begitupun sebaliknya guru dengan latar belakang Pendidikan Guru Sekolah Dasar PGSD mengajar di tingkat SMP/MTs, SMA atau SMK/Aliah walaupun dari sisi Ijazah sederajat. Pada sisi metode dan pendekatan hal ini sangatlah berbeda sehingga pada tataran hasil dan evaluasipun akan menghasilakn produk yang berbeda pula. Pada tempat  tertentu fenomena ini sering terjadi dan menjadi lumrah pada sisi implementasi. Kalaulah pada profesi kedokteran maka bisa dikatakan dengan latah  Malpraktek, pada sisi profesi pendidik ini bisa dikatakan  “Malpendidik”.
5.    Memiliki Tingkat Kesejahteraan, maknanya adalah  guru yang profesional maka dirinya memantaskan diri untuk dihargai dari sisi ekonomi di lingkungan sosial dan dihadapan siswa layak untuk digugu dan ditiru, hal ini dilakukan dengan dukungan tingkat kesejahteraan sebagai balas jasa dan dari kepemilikan kompetensi dan profesi yang dijalanya selama ini. Pemerintah telah menetapkan  bahwa guru yang dinyatakan Profesional mendapat tunjangan profesi satu kali gajih pokok setiap bulannya.
         Tidak jaman lagi dikumandangkan lirik  Umar Bakri yang mengilustrasikan guru menderita dan hidup dalam suasana sangat sederhana. Profesi guru kini dilirik oleh semua kalangan terlebih generasi muda. Indikasi fenomena ini dapat  dilihat begitu banyak  bermunculan fakultas dan jurusan keguruan di padati oleh sejumlah mahasiswa yang menghendaki profesi guru sebagai pilihan.


Kesimpulan
Dunia pendidikan di Indonesia harus membenahi diri untuk dapat bersaing pada kancah globalisasi pendidikan. Tantangan kedepan dunia pendidikan semakin berat hal ini dilatar belakangan 3 faktor yakni faktor internal, faktor institusional dan faktor eksternal. Termasuk dalam katagori internal diantaranya kompetensi pendidikan dan kompetensi guru yang masih belum maksimal dan merata, kemudian faktor institusional diantaranya kurang lengkapnya sarana dan prasarana dilembaga pendidikan,  kemudian  faktor eksternal, kekurang pedulian orang tua terhadap perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan dan pengaruh dunia globalisasi.
Sebagai bahan refleksi ada sebuah ungkapan Guru Biasa hanya menyampaikan informasi, Guru Baik menyampaikan penjelasan sedangkan  Guru Hebat member Inspirasi. Mari renungi mau jadi guru yang mana kita ini…? Terakhir semoga nasib guru-guru Indonesia menjadi lebih baik sehingga dapat mengangkat posisi Indonesia ke temat yang layak di kancah dunia Internasional, Semoga….


Penulis,
Peserta Diklat Optimasisasi Pemberdayaan Alumni S2 GPAI Angkatan I Tingkat Nasional
Kementerian Agama RI tahun 2013